Minggu, 09 Mei 2010

Distance Vector Routing

RIP dan IGRP keduanya menggunakan metoda distance vector routing, walaupun IGRP menawarkan banyak pengembangan dari RIP.









Memahami Routing - Hop Count
Pada contoh berikut, kita menggunakan hop count sebagai suatu metric cost untuk mengetahui network. Router #1 hanya mengetahui network-2 yang terhubung kepada router tersebut saja yaitu network A dan B. Dan masing-2 network mempunyai harga 1 hop count untuk melintas dari satu network A ke B atau sebaliknya. Pengetahuan ini di broadcast kepada router-2 tetangganya, sehingga router #2 yang hanya mengetahui network B dan C menambah dalam tabelnya dengan pengetahuan network A yaitu 2 hop count.

Router #2 mengetahui network yang terhubung kepadanya saja yaitu network B dan C, dan membroadcast pengetahuannya kepada router #3 dan router #1. Router #1 menambah dalam tabelnya network C yang berharga 2 hop count. Router #3 yang hanya mengetahui network C dan D menambah dalam tabelnya network B yang berharga 2 hop count. Begitu seterusnya router-2 memperlajari routing information dari router disebelahnya sehingga bisa digambarkan seperti pada table dibawah berikut ini setelah semua router mencapai convergence.
Distance Vector routing mempunyai prinsip-2 berikut:
• Router mengirim update hanya kepada router tetangganya
• Router mengirim semua routing table yang diketahuinya kepada router tetangganya
• Table ini dikirim dengan interval waktu tertentu, dimana setiap router dikonfigure dengan interval update masing-2
• Router memodifikasi tabelnya berdasarkan informasi yang diterima dari router teangganya.
Karena router-2 menggunakan metoda distance vector routing dalam mengirim informasi table routing secara keseluruhan dengan interval waktu yang tertentu, mereka ini rentan terhadap suatu kondisi yang disebut routing loop (juga disebut sebagai kondisi count-to-infinity). Seperti halnya dengan bridging loop pada STP, routing loop terjadi jika dua router berbagi informasi yang berbeda.
Metoda-2 berikut dapat digunakan untuk meminimalkan efek dari routing loop:
• Split horizon, metoda split ini memungkinkan router melakukan trackin terhadap datang nya informasi dari router mana. Router tidak melaporkan informasi routing kepada router pada jalur yang sama. Dengan kata lain router tidak melaporkan informasi kembali kepada router yang memberi informasi tersebut.

Distance Vector -Split Horizon
• Split horizon dengan Poison reverse, atau disebut juga metoda poison reverse. Router-2 tetap mengirim informasi route kembali kepada router pada hop berikutnya, akan tetapi mengabarkan jalur tersebut sebagai unreachable. Jika router pada hop berikutnya tadi mengetahui kalau jalur / router tersebut masih bisa dicapai, maka informasi diabaikan. Jika jalur ternyata time-out, maka route segera di set sebagai unreachable. Convergence terjadi lebih cepat dengan metoda poison reverse dibandingkan simple split horizon. Akan tetapi menghasilkan traffic yang lebih besar sebab seluruh routing table di broadcast setiap kali suatu update dikirim.











Distance Vector - Split Horizon dg Poison Reverse
• Triggered updates, router-2 yang menerima informasi yang diupdate (perubahan) akan mem-broadcast perubahan tersebut segera ketimbang menunggu interval. Dengan cara ini router mem-broadcast routing table secara periodic, akan tetapi jika ada perubahan maka router segera mem-broadcast langsung perubahan tersebut.










Distance Vector - Triggered Method
• Hold downs, dengan metoda ini, router-2 akan “hold” (menahan) suatu update yang berusaha mengembalikan link yang expired. Periode waktu umumnya merefleksikan waktu yang diperlukan untuk mencapai convergence pada network.










Distance Vector - Hold down
Metoda Distance Vector mempunyai keuntungan berikut:
• Relative terbukti stabil, yang merupakan algoritme original routing
• Relative gampang dipelihara dan di implementasikan
• Kebutuhan bandwidth bisa diabaikan untuk environment LAN typical.
Kerugian dari Distance vector adalah sebagai berikut:
• Membutuhkan waktu yang relative lama untuk mencapai convergence (update dikirim dengan interval waktu tertentu).
• Router melakukan kalkulasi routing table nya sebelum mem-forward perubahan tabelnya
• Rentan terjadinya routing loop
• Kebutuhan bandwidth bisa sangat besar untuk WAN atau environment LAN yang kompleks.



















Link State Routing

link-state terlebih dahulu. Algoritma dasar kedua yang digunakan dalam proses routing adalah algoritma link-state . Algoritma routing link-state-based dikenal juga sebagai shortest path first (SPF). Algoritma ini mengelola suatu database kompleks dari informasi topologi. Jika algoritma distance vector tidak memiliki informasi spesifik mengenai jaringan-jaringan jauh dan tidak mengetahui router-router jauh, maka algoritma routing link-state mengelola secara penuh pengetahuan mengenai jarak router dan bagaimana mereka terhubung.
Routing link-state menggunakan link-state paket (LSP), suatu database topologi, algoritma SPF, yang menghasilkan SPF tree , dan pada akhirnya akan dihasilkan routing table dari jalur dan port untuk setiap jaringan.
Routing link-state memiliki keunggulan pada jaringan besar karena beberapa alasan berikut:

• Protokol link-state hanya mengirim update dari topologi yang berubah saja
• Periode update lebih jarang dibanding protokol distance vector .
• Routing link-state dapat disegmentasi ke dalam hirarki-hirarki area yang dapat membatasi jangkauan
perubahan-perubahan rute.
• Mendukung classless addressing .
• Routing link-state mengirim subnet mask bersama dengan update routing .

Protokol routing link-state mengurangi trafik broadcast karena protokol ini tidak secara periodik melakukan broadcast ataupun mengirimkan seluruh isi tabel routing-nya ketika melakukan broadcast . Protokol routing link-state melakukan pertukaran salinan lengkap tabel rutenya ketika inisialisasi berlangsung. Selajutnya pertukaran update rutenya dilakukan secara multicast dan hanya pada saat terjadi perubahan (dibangkitkan oleh perubahan topologi). Dengan demikian kondisi ini memungkinkan hanya perubahan saja yang dikirim ke router-router lain, bukan seluruh route table -nya.
Berbeda dengan protokol distance vector , protokol link-state harus menghitung informasi metrik rute yang diterimanya. Router akan menghitung seluruh cost yang berhubungan dengan link pada setiap rute untuk mendapatkan metrik rute-rute yang terhubung. Hal ini mengakibatkan router-router yang menggunakan protokol link-state bekerja lebih berat dan memerlukan lebih banyak memory serta siklus pemrosessan.
Perbandingan Protokol Link-State dan Distance Vector. Fitur Protokol Link-State

a. Steady-State Operation
Tidak seperti protokol distance vector , protokol link-state menjaga hubungan dengan neighbor melalui pengiriman paket-paket kecil secara tak berkala dan jarang (kadang-kadang). OSPF menyebut paket kecil ini dengan Hello packets . Hello packet secara sederhana mengidentifikasi subnet dan keaktifan link serta router neighbor.

Ketika router gagal menerima paket Hellos dari neighbor pada suatu interval tertentu (dinamakan dead interval), router akan mempercayai bahwa router bersangkutan mengalami kegagalan dan menandainya dengan “down” pada database topologi-nya. Kemudian router berhenti menerima paket Hello dan mulai menjalankan Djikstra untuk menghitung kembali rute-rute baru.

b. Loop Avoidance
Algoritma SPF mencegah loop yang secara natural telah dilakukan bersamaan dengan pemrosessan database topologi, sehingga tidak diperlukan fitur loop-avoidance seperti split horizon, poison reserve, hold down timer, dan lain sebagaianya.

c. Scalling OSPF Through Hierarchical Design
Pada jaringan besar dengan ratusan router, waktu konvergensi OSPF dapat melambat, dan membutuhkan banyak memory, serta pembebanan prosessor. Masalah ini dapat diringkas sebagai berikut:
• Pada topologi database yang besar dibutuhkan lebih banyak memory dalam setiap router.
• Pemrosessan database topologi yang besar dengan algoritma SPF membutuhkan daya pemrosessan yang bertambah secara eksponensial sebanding dengan ukuran database topologi.
• Satu perubahan status interface (up ke down atau down ke up) memaksa setiap router untuk menjalankan SPF lagi.

Meskipun demikian, tidak ada definisi yang tepat untuk mendeskripsikan “jaringan besar”. Sebagai patokan (sangat umum, bergantung pada desain, model, router, dan lain-lain), untuk jaringan dengan paling sedikit 50 router dan 100 subnet, fitur OSPF scalability seharusnya digunakan untuk mengurangi problem di atas.

d. OSPF Area
Penggunaan OSPF area dapat memecahkan banyak (tidak semuanya) permasalahan mendasar ketika menjalankan OSPF pada jaringan besar. OSPF area memecah-mecah jaringan sehingga router dalam satu area lebih sedikit mengetahui informasi topologi mengenai subnet pada area lainnya. Dengan database topologi yang lebih kecil, router akan mengkonsumsi memory dan proses yang lebih sedikit.

OSPF menggunakan istilah Area Border Router (ABR) untuk mendeskripsikan suatu router yang berada diantara dua area (perbatasan). Suatu ABR memiliki database topologi untuk kedua area tersebut dan menjalankan SPF ketika status link berubah pada salah satu area. Penggunaan area tidak selamanya mengurangi kebutuhan memory dan sejumlah penghitungan SPF untuk router ABR.

e. Stub Area
OSPF mengijinkan pendefinisian suatu area sebagai stub area, sehingga dapat mengurangi ukuran database topologi. OSPF juga mengijinkan varian area lain yang dapat mengurangi ukuran database topologi, dimana juga akan mempercepat pemrosessan algoritma SPF. Tipe area terbaru saat ini adalah Totally Not-So-Stubby Area (TNSSA).

Static Routing

Rute Statik adalah rute atau jalur spesifik yang ditentukan oleh user untuk meneruskan paket dari sumber ke tujuan. Rute ini ditentukan oleh administrator untuk mengontrol perilaku routing dari IP “internetwork”.
Pentingnya Rute Statik
Rute Statik menjadi sangat penting jika software IOC Cisco tidak bisa membentuk sebuah rute ke tujuan tertentu. Rute Statik juga sangat berguna untuk membuat “gateway” untuk semua paket yang tidak bisa di”routing”.(default route).

“Stub Network”
Rute Statik, umumnya digunakan untuk jalur/path dari jaringan ke sebuah “stub network” (jaringan yang dibelakangnya tidak ada jaringan lain).







Sebuah “stub network’ (kadang di sebut “leaf node”) adalah jaringan yang hanya dapat diakses melalui satu rute. Seringkali, rute statik digunakan sebagai jalan satu-satunya untuk keluar masuk jaringan Stub.
Catatan : Rute statik dapat digunakan untuk koneksi ke suatu network yang tidak terhubung langsung dengan router anda. Untuk koneksi “end-to-end”, rute statik harus dikonfigurasi di dua arah.

Konfigurasi Rute Statik
Mengkonfigurasi Rute statik adalah dengan memasukkan tabel routing secara manual. Tidak terjadi perubahan dinamik dalam tabel ini selama jalur/rute aktif.

Perintah “ip route”
Perintah “ip route” digunakan untuk mengkonfigurasi sebuah rute statik dalam mode konfigurasi global.

ip route Command Syntax
Sintak untuk perintah “ip route” adalah sebagai berikut :
ip route network [mask] {address | interface}[distance] [permanent]

Parameter Perintah “ip route”
network : Network atau subnet tujuan
mask : Subnet mask
address : Alamat IP router Hop berikutnya.(IP address of next-hop router)
interface : Nama interface yang digunakan untuk mencapai network tujuan. Interface dapat berupa interface point-to-point. Perintah tidak akan berfungsi jika interface adalah multiaccess (contoh “shared media Ethernet interface”).
distance (Optional) : Mendefinisikan “administrative distance”.
permanent (Optional) : Menyatakan bahwa rute tidak akan dihapus, ketika interface mati (shuts down).
Contoh Konfigurasi Rute Statik









Tugas rute statik untuk mencapai stub network 172.16.1.0 adalah melalui Router A karena hanya ini satu-satunya jalan untuk mencapai network 172.16.1.0.
Contoh rute statik: Router(config)#ip route 172.16.1.0 255.255.255.0 172.16.2.1
ip route : Identifikasi rute static
172.16.1.0 : Alamat IP Stub Network
255.255.255.0 : Subnet Mask
172.16.2.1 : Alamat IP Router B
Catatan : Ini adalah sebuah rute “unidirectional”. Anda harus mengkonfigurasi rute dari arah/sisi lawan (Router B).

“Default Route”
“Default route” adalah tipe rute statik khusus. Sebuah “default route” adalah rute yang digunakan ketika rute dari sumber/source ke tujuan tidak dikenali atau ketika tidak terdapat informasi yang cukup dalam tabel routing ke network tujuan.

“Default Route Forwarding”










Pada gambar di atas, Router B dikonfigurasi untuk meneruskan/forward semua frame ke network tujuan yang tidak terdaftar secara eksplisit dalam routing tabel Router A.
Contoh “Default Route”
Router(config)#ip route 0.0.0.0 0.0.0.0 172.16.2.2
ip route : Menyatakan rute static
0.0.0.0 : Rute ke “nonexistent subnet”(mencakup semua IP)
0.0.0.0 : Special mask mengindikasikan “default route”
172.16.2.2: Alamat IP Router A.

Jumat, 16 April 2010

SUBNETING VSLM

A. PENDAHULUAN

Subnet adalah upaya / proses untuk memecah sebuah network dengan jumlah host yang cukup banyak, menjadi beberapa network dengan jumlah host yang lebih sedikit.
VLSM singkatan dari Variable Length Subnet Mask merupakan pengembangan mekanisme subneting, dimana dalam VLSM dilakukan peningkatan dari kelemahan subneting klasik, yang mana dalam klasik subneting, subnet zeroes, dan subnet- ones tidak bisa digunakan. Selain itu, dalam subnet klassic, lokasi nomor IP tidak efisien. VLSM juga bermakna mengalokasikan IP yang menujukan sumber daya ke subnets menurut kebutuhan individu mereka dibanding beberapa aturan umum network-wide. VLSM digunakan karena memudahkan admin jaringan untuk mengatur banyak subnet mask dalam ruang alamat IP yang sama dan mengurangi masalah kekurangan alamat IP.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengelolaan network untuk penerapan IP address yang menggunakan metode VLSM agar tetap berkomunikasi ke dalam jaringan internet, yaitu
1. Routing protocol yang digunakan harus mampu membawa informasi mengenai notasi prefix untuk setiap rute broadcastnya (routing protocol : RIP, IGRP, EIGRP, OSPF dan lainnya.
2. Semua perangkat router yang digunakan dalam jaringan harus mendukung metode VLSM yang menggunakan algoritma penerus paket informasi.
Metode perhitungan IP address dibedakan menjadi dua metode, yaitu dengan menggunakan metode VLSM dan CIDR. Pada metode VLSM yaitu dengan memberikan suatu Network Address lebih dari satu subnet mask sedangkan metode CIDR (Classless Interdomain Routing) dimana suatu Network ID hanya memiliki satu subnet mask saja. Perbedaan yang mendasar adalah terletak pada pembagian blok, pembagian blok VLSM bebas dan hanya dilakukan oleh si pemilik Network Address, yaitu sebagai IP address lokal dan IP Address ini tidak dikenal dalam jaringan internet, tapi tetap dapat melakukan koneksi kedalam jaringan internet, hal ini terjadi dikarenakan jaringan internet hanya mengenal IP address berkelas.
Pada metode VLSM subnetting yang digunakan berdasarkan jumlah host, sehingga akan semakin banyak jaringan yang akan dipisahkan. Tahapan perhitungan menggunakan VLSM IP Address yang ada dihitung menggunakan CIDR selanjutnya baru dipecah kembali menggunakan VLSM. Maka setelah dilakukan perhitungan maka dapat dilihat subnet yang telah dipecah maka akan menjadi beberapa subnet lagi dengan mengganti subnetnya. Sebenarnya, metode VLSM ataupun CIDR pada prinsipnya sama yaitu untuk mengatasi kekurangan IP Address dan dilakukan pemecahan Network ID untuk mengatasi kekurangan IP Address tersebut.
VLSM bukan hanya digunakan untuk operasi/implementasi subnetting, tapi juga supernetting, yaitu penggabungan beberapa subnet kecil menjadi subnet yang lebih besar. Karena penggabungan subnet kecil ini kadang mengakibatkan keraguan kelas dari sebuah rentang IP, maka digunakan istilah CIDR (Classless InterDomain Routing). Hal ini dilakukan supaya tidak menggunakan CIR (Committed Information Rate) yang sering ditemukan di Frame Relay network. VLSM merupakan metode yang digunakan dalam CIDR dalam merepresentasikan subnet mask yang digunakan.
VLSM pada awalnya digunakan untuk membagi satu subnet besar menjadi kumpulan subnet-subnet kecil demi menghindari kelebihan alamat IP publik yang tidak terpakai yang diberikan dari ISP ke client. VLSM juga digunakan untuk tujuan yang sama. Karena untuk private IP kelas A, B dan C menjadi jauh lebih fleksibel untuk penggunaan internal. Representasi VLSM tidak menggunakan kumpulan 4 oktet seperti (255.255.0.0 untuk default subnet mask kelas B), tapi VLSM membantu menerjemahkan angka yang digunakan menjadi kumpulan 4 oktet yang digunakan untuk melakukan subnetting.


B. TUJUAN
Tujuan dari Subnetting adalah
1. untuk menentukan batas network ID dalam suatu subnet.
2. Memperbanyak jumlah network (LAN)
3. Mengurangi jumlah host dalam satu network
4. Tujuan lain dari subnetting yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mengurangi tingkat kongesti (gangguan/ tabrakan) lalulintas data dalam suatu network.

C. CARA SUBNET
Contoh penerapan VSLM
Konsep subneting memang menjadi solusi dalam mengatasi jumlah pemakaian IP Address. Akan tetapi kalau diperhatikan maka akan banyak subnet. Penjelasan lebih detail pada contoh :
contoh :
Pada suatu perusahaan yang mempunyai 6 departemen ingin membagi networknya, antara lain :
1. Departemen A = 100 host
2. Departemen B = 57 host
3. Departemen C = 325 host
4. Departemen D = 9 host
5. Departemen E = 500 host
6. Departemen F = 25 host
IP Address yang diberikan dari ISP adalah 160.100.0.0/16
Apabila kita menggunakan subneting biasa maka akan mudah di dapatkan akan tetapi hasil dari subneting (seperti contoh 1) tersebut akan terbuang sia-sia karena hasil dari subneting terlalu banyak daripada jumlah host yang dibutuhkan. Maka diperlukan perhitingan VLSM yaitu :
Urut kebutuhan host yang diperlukan
1. Departemen E = 500 host
2. Departemen C = 325 host
3. Departemen A = 100 host
4. Departemen B = 57 host
5. Departemen F = 25 host
6. Departemen D = 9 host

Ubah menjadi biner
1. network-portion host-portion
10100000 01100100 00000000 00000000
11111111 11111111 00000000 00000000
Jika pada subneting dimabil dari network maka pada VLSM diambil pada dari host Untuk 500 host network-portion host-portion
10100000 01100100 00000000 00000000
11111111 11111111 00000000 00000000
Untuk 500 host dimabil 9 bit dari host-portion karena 2n-2 > jumlah host
Hasilnya 160.100.0.0/23 Network Broadcast Range-Hoat
160.100.0.0/23 160.100.0.255 160.100.0.1 – 160.100.1.254
160.100.2.0/23 160.100.2.255 160.100.2.1 – 160.100.3.254
160.100.4.0/23 160.100.4.255 160.100.4.1 – 160.100.5.254
160.100.6.0/23 160.100.6.255 160.100.6.1 – 160.100.7.254
160.100.8.0/23 160.100.8.255 160.100.8.1 – 160.100.9.254
…….. ………. ………….
160.100.254.0/23 160.100.254.255 160.100.254.1 – 160.100.255.254
2. Untuk 325 host kita masih dapat menggunakan subnet dari 500 host karena masih dalam arena 29 dan pilihlah subnet yang belum digunakan.
Untuk 100 host menggunakan 28 > 100 dan ambil salah satu dari subnet sebelumnya yang belum terpakai. misal 160.100.2.0/24 network-portion host-portion 10100000 01100100 00000010 00000000
11111111 11111111 00000010 00000000
Maka Network Broadcast Range-Hoat
160.100.2.0/24 160.100.2.255 160.100.2.1 – 160.100.2.254
160.100.3.0/24 160.100.3.255 160.100.3.1 – 160.100.3.254
3. Untuk 57 host menggunakan 26 >57 dan ambil salah satu dari subnet sebelumnya yang belum terpakai. misal 160.100.3.0/24 network-portion host-portion
10100000 01100100 00000010 00000000
11111111 11111111 00000011 00000000
Maka Network Broadcast Range-Hoat
160.100.3.0/26 160.100.3.91 160.100.3.1 – 160.100.3.90
160.100.3.64/26 160.100.3.63 160.100.3.65 – 160.100.3.126
160.100.3.128/26 160.100.3.127 160.100.3.129 – 160.100.3.190
160.100.3.192/26 160.100.3.191 160.100.3.193 – 160.100.3.254
4. Untuk 25 host menggunakan 25 > 25 dan ambil salah satu dari subnet sebelumnya yang belum terpakai. misal 160.100.3.192/25 network-portion host-portion
10100000 01100100 00000010 00000000
11111111 11111111 00000011 00000000
Maka Network Broadcast Range-Hoat
160.100.3.192/27 160.100.3.223 160.100.3.193 – 160.100.3.222
160.100.3.224/27 160.100.3.255 160.100.3.225 – 160.100.3.254
5. Untuk 9 host menggunakan 24 > 16 dan ambil salah satu dari subnet sebelumnya yang belum terpakai. misal 160.100.3.224/25 network-portion host-portion 10100000 01100100 00000010 00000000 11111111 11111111 00000011 00000000 maka
Network Broadcast Range-Hoat
160.100.3.224/28 160.100.3.239 160.100.3.225 – 160.100.3.227
160.100.3.240/28 160.100.3.255 160.100.3.241 – 160.100.3.254

Kamis, 15 April 2010

Pemasangan Penghubung (Connector)

Dalam pemasangan penghubung atau yang biasa kita sebut juga sebagai konektor ini, pemasangannya harus disesuaikan dengan urutannya. Memang dapat saja Anda memasang dengan cara. Anda atau semau Anda sendiri, tetapi cara salah dan tidak tepat karena pemasangan konektor ini sudah ditentukan urutannya dan telah ditentukan dalam bentuk warna. Untuk itulah Anda harus mengetahui bagaimana urutan kabel yang akan Anda pasang
secara tepat, cepat, dan sesuai dengan aturan. Di bawah ini merupakan gambar urutan pemasangan kabel dari Hub ke komputer PC yang sudah terpasang kartu jaringan atau LAN Card (NIC).
Apabila dalam pemasangan Anda ingin memasang kabel untuk dua komputer sekaligus ke server dan ke workstation tanpa menggunakan hub maka urutan pemasangan kabelnya berbeda dengan yang menggunakan HUB. Prosedur pemasangan kabel ini memang tidak terlalu sulit jika sudah mengetahui caranya. Namun demikian Anda harus benar- benar memperhatikan pemasangan kabel ini karena jika kabel dan konektor sudah terpasang tidak bisa dibuka kembali dan untuk memperbaikinya Anda harus memotong kembali kabel
yang sudah terpasang tersebut. Konektor RJ 45 pun otomatis tidak akan terpakai lagi dan Anda harus mengganti dengan yang baru. Untuk jelasnya, prosedur pemasangan konektor UTP ini adalah sebagai berikut:
1. Potong kabel UTP yang akan disambungkan ke RJ45, setelah itu kupas bagian luarnya dengan pemotong yang kita kenal sebagai tang clipper (crimping ).






Gambar 1. Crimping Tools

2. Setelah bagian luar atau kulit kabel tersebut dipotong maka akan tampak bagian dalam kabel yang mempunyai corak warna yang berbeda-beda, yaitu putih oranye, oranye, putih hijau, biru, putih biru, hijau, putih coklat, coklat. Untuk itulah Anda harus mengetahui bagaimana urutan dari kabel yang akan Anda pasang secara tepat, cepat, dan sesuai dengan aturan. Di bawah ini merupakan gambar urutan pemasangan kabel dari hub/switch ke komputer PC yangsudah terpasang kartu jaringan atau LAN Card (NIC).









Gambar 2. Susunan kabel straight

Apabila dalam pemasangan Anda ingin memasang kabel untuk dua komputer sekaligus ke server dan ke workstation tanpa menggunakan hub/switch maka urutan pemasangankabelnya berbeda dengan yang menggunakan hub:








Gambar 3. Susunan kabel cross

3. Setelah itu susun urutan warna mengikuti petunjuk yang ada.
4. Setelah kabel diurutkan, ratakan kabel tersebut untuk dimasukkan ke konektor RJ45. Pemasangannya harus hati-hati karena kalau tidak akan berakibat fatal dan konektor akan rusak sehingga otomatis tidak akan terpakai lagi jika sudah terjepit dengan tang clipper (crimping).









Gambar 4. Memasukkan Kabel UTP ke dalam RJ-45
















Gambar 5. Menjepit kabel menggunakan Crimping

5. Setelah diratakan, siapkan konektor RJ45 dan masukkan kabel ke konektor tersebut dan jangan lupa, posisi setiap ujung konektor harus sama. Selain itu bagian luarnya atau pembungkusnya harus terjepit agar kuat dan tidak goyang.

6. Setelah kabel masuk dan rata sampai ujung konektor, gunakan tang clipper (crimping) untuk menjepitnya. Penjepitannya ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak meleset atau ada salah satu kabel yang tidak terjepit denganbaik, karena jika ada salah satu kabel saja yang tidak terjepit akan berakibat fatal. Kemudian jepit yang keras sehingga tembaga yang tadinya keluar dan menonjol akan rata kembali seperti sebelum dimasukkan ke konektor.

7. Apabila pemasangan atau penjepitan telah selesai pada ujungyang satunya maka lakukan lagi pada ujung yang lainnya. Prosedurnya sama seperti yang telah dijelaskan di atas. Jika tidak terjadi kesalahan maka hasil pemasangan akan terlihat rapi di antara kedua ujung kabel yang sudah terpasang dengan RJ45.















Gambar 6. Hasil Crimping kabel yang baik


Kamis, 08 April 2010

JARINGAN INTERNET




















Langkah 1







Informasi dikumpulkan ke suatu wadah, dimana setiap wadah tersebut akan diberi sebuah label dan alamat (address)yang akan membentuk sebuah paket TCP.


Langkah 2








Paket-paket tersebut akan melewati area jaringan.

Langkah 3

















Paket-paket ini akan melalui sebuah proses lagi, dimana paket-paket ini akan melalui router , kemudian router akan memilih paket yang layak untuk diproses lebih lanjut. Tetapi paket-paket yang tidak dapat melalui proses selanjutnya akan dibuang atau dihancurkan.

Langkah 4
















Setelah itu switch akan memilih paket yang mempunyai address yang akan dikirim kembali.

Langkah 5











Paket-paket yang sudah fixs kemudian akan dikirimkan kembali kejaringan dan disimpan didalam sebuah tempat penyimpanan.

Langkah 6









Setelah itu paket yang berisi alamat(address) akan dibuka kemudian diperiksa, alamat (address) yang tidak digunakan akan dikeluarkan dan paket akan dihancurkan.










Selanjutnya label akan dibuka dan akan dikirim kembali kejaringan

Langkah 7











Selanjutnya paket melewati dinding yang menghubungkan jaringan untuk internet.

Langkah 8











Selanjutnya setiap paket akan melewati router, paket yang tidak bagus akan dihancurkan dan yang bagus akn melanjutkan kedunia internet.

Langkah 9


















Paket-paket akan dikirim kesetiap jaringan internet dan ada arus paket masuk dan keluar.

Langkah 10
















Selanjutnya paket-paket akan melewati dinding, dinding didesain berbeda. Jika paket melewati angka 80 dan 25 maka paket akan terus melanjutkan keproses selanjutnya dan menuju ke internet server, tetapi jika menuju angka 23, 21, 53 maka paket akan hancur.

Langkah11













Selanjutnya paket TCP dan ICMP akan melewati dinding.

Langkah 12


















Paket akan dikumpulkan menjadi satu diwebserver. TCP dan ICMP akan dikumpulkan menjadi satu, selanjutnya satu per satu paket akan dibuka dan web informasi akan diambil. Ketika kotak dalm keadaan kosong, maka kotak-kotak tersebut akan digunakan kembali untk diisi dengan informai lagi.

PRATIKUM JARKOM [2]

LEMBAR ANALISA
Praktikum Jaringan Komunikasi -2

Tanggal Praktikum : Kamis, 1 April 2010

Nama : Farida Rosiana

Nim : 08 615 029

Kelas : IV B


1. mii-tool dengan kabel dilepas

lab2@lab2-desktop:~$ mii-tool

SIOCGMIIPHY on 'eth0' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth1' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth2' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth3' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth4' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth5' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth6' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth7' failed: Operation not permitted

no MII interfaces found

lab2@lab2-desktop:~$ sudo mii-tool

eth0: no link

eth1: no link


2. mii-tool dengan kabel terpasang

lab2@lab2-desktop:~$ mii-tool

SIOCGMIIPHY on 'eth0' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth1' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth2' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth3' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth4' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth5' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth6' failed: Operation not permitted

SIOCGMIIPHY on 'eth7' failed: Operation not permitted

no MII interfaces found

lab2@lab2-desktop:~$ sudo mii-tool

eth0: no link

eth1: negotiated 100baseTx-FD flow-control, link ok


3. lspci

lab2@lab2-desktop:~$ lspci

00:00.0 Host bridge: Intel Corporation 82945G/GZ/P/PL Memory Controller Hub (rev 02)

00:02.0 VGA compatible controller: Intel Corporation 82945G/GZ Integrated Graphics Controller (rev 02)

00:1b.0 Audio device: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) High Definition Audio Controller (rev 01)

00:1c.0 PCI bridge: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) PCI Express Port 1 (rev 01)

00:1c.2 PCI bridge: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) PCI Express Port 3 (rev 01)

00:1c.3 PCI bridge: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) PCI Express Port 4 (rev 01)

00:1d.0 USB Controller: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) USB UHCI Controller #1 (rev 01)

00:1d.1 USB Controller: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) USB UHCI Controller #2 (rev 01)

00:1d.2 USB Controller: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) USB UHCI Controller #3 (rev 01)

00:1d.3 USB Controller: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) USB UHCI Controller #4 (rev 01)

00:1d.7 USB Controller: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) USB2 EHCI Controller (rev 01)

00:1e.0 PCI bridge: Intel Corporation 82801 PCI Bridge (rev e1)

00:1f.0 ISA bridge: Intel Corporation 82801GB/GR (ICH7 Family) LPC Interface Bridge (rev 01)

00:1f.1 IDE interface: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) IDE Controller (rev 01)

00:1f.2 IDE interface: Intel Corporation 82801GB/GR/GH (ICH7 Family) SATA IDE Controller (rev 01)

00:1f.3 SMBus: Intel Corporation 82801G (ICH7 Family) SMBus Controller (rev 01)

04:00.0 Ethernet controller: D-Link System Inc Gigabit Ethernet Adapter (rev 11)

04:08.0 Ethernet controller: Intel Corporation PRO/100 VE Network Connection (rev 01)


4. arp

lab2@lab2-desktop:~$ arp

Address HWtype HWaddress Flags Mask Iface

Ether lab2-desktop-5.local 00:19:d1:18:db:cf C eth1



5. ifconfig dan route dengan IP 192.168.0.*/24

lab2@lab2-desktop:~$ ifconfig

eth0 Link encap:Ethernet HWaddr 00:11:95:c7:0b:cd

UP BROADCAST MULTICAST MTU:1500 Metric:1

RX packets:0 errors:0 dropped:0 overruns:0 frame:0

TX packets:0 errors:0 dropped:0 overruns:0 carrier:0

collisions:0 txqueuelen:1000

RX bytes:0 (0.0 B) TX bytes:0 (0.0 B)

Interrupt:21

eth1 Link encap:Ethernet HWaddr 00:19:d1:18:dd:b0

inet addr:192.168.0.16 Bcast:192.168.255.255 Mask:255.255.0.0

inet6 addr: fe80::219:d1ff:fe18:ddb0/64 Scope:Link

UP BROADCAST RUNNING MULTICAST MTU:1500 Metric:1

RX packets:1201 errors:0 dropped:0 overruns:0 frame:0

TX packets:59 errors:0 dropped:0 overruns:0 carrier:0

collisions:0 txqueuelen:1000

RX bytes:264851 (264.8 KB) TX bytes:13420 (13.4 KB)

eth0:avahi Link encap:Ethernet HWaddr 00:11:95:c7:0b:cd

inet addr:169.254.7.190 Bcast:169.254.255.255 Mask:255.255.0.0

UP BROADCAST MULTICAST MTU:1500 Metric:1

Interrupt:21

lo Link encap:Local Loopback

inet addr:127.0.0.1 Mask:255.0.0.0

inet6 addr: ::1/128 Scope:Host

UP LOOPBACK RUNNING MTU:16436 Metric:1

RX packets:394 errors:0 dropped:0 overruns:0 frame:0

TX packets:394 errors:0 dropped:0 overruns:0 carrier:0

collisions:0 txqueuelen:0

RX bytes:25896 (25.8 KB) TX bytes:25896 (25.8 KB)

Route

lab2@lab2-desktop:~$ route -n

Kernel IP routing table

Destination Gateway Genmask Flags Metric Ref Use Iface

0.0.0.0 0.0.0.0 255.255.0.0 U 0 0 0 eth0

192.168.0.0 0.0.0.0 255.255.0.0 U 1 0 0 eth1

169.254.0.0 0.0.0.0 0.0.0.0 U 1000 0 0 eth0


6. ifconfig dan route dengan DHCP

auto lo

iface lo inet loopback

auto eth1

iface eth1 inet dhcp

address 172.16.0.016 netmask 255.255.0.0


7. ping, traceroute, mtr

-10.252.13.90

-202.154.187.7

-www.eepis-its.edu

-www.yahoo.com


8. netstat –nlptu


9. netstat -natu

lab2@lab2-desktop:~$ netstat -natu

Active Internet connections (servers and established)

Proto Recv-Q Send-Q State Foreign Address Local Address

tcp 0 0 127.0.0.1:631 0.0.0.0:* LISTEN

udp 0 0 0.0.0.0:35246 0.0.0.0:*

udp 0 0 0.0.0.0:68 0.0.0.0:*

udp 0 0 0.0.0.0:5353 0.0.0.0:*